• Jelajahi

    Copyright © Jawa Trend
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Bahasa Indonesia: Perekat Identitas Multikultural Pekerja Surabaya di Tengah Tantangan Globalisasi

    , July 10, 2025 WIB Last Updated 2025-07-10T04:09:30Z


    Jawa Trend - Dalam jantung Surabaya kota terbesar kedua Indonesia dengan dominasi etnis Jawa (65%), Madura (18%), dan Tionghoa (8%) Bahasa Indonesia terbukti menjadi jembatan emosional yang memediasi konflik komunikasi lintas budaya di dunia kerja. Riset terbaru mengungkap 45% pekerja mengandalkan bahasa daerah secara eksklusif, sementara 32% pekerja migran sektor informal kesulitan berbahasa Indonesia, memicu fragmentasi sosial dan penurunan kolaborasi. Proyek wawancara mendalam oleh Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya membuktikan: meski tekanan globalisasi mengikis ruang bahasa nasional, Bahasa Indonesia tetap menjadi simbol pemersatu identitas multikultural yang krusial bagi harmoni pekerja perkotaan.


    Survei BPS (2023) mencatat 45% pekerja logistik Surabaya hanya menggunakan bahasa daerah (Jawa/Madura) di lingkungan kerja, mengisolasi minoritas seperti pekerja Bali dan Batak. Fenomena "enklave linguistik" ini memicu microaggression budaya dan penurunan kolaborasi antar-tim sebesar 30%. Di sektor UMKM, 32% pekerja asal Madura dan Bali memiliki kompetensi Bahasa Indonesia di bawah standar, menghambat mobilitas karier dan meningkatkan kerentanan eksploitasi. Sementara itu, perusahaan multinasional justru memperparah erosi identitas nasional 68% dokumen internal bergantung pada istilah Inggris (deadline, target) tanpa padanan Indonesia.


    Proyek ini mengadopsi pendekatan wawancara informal di ruang publik strategis (Kota Lama dan Alun-Alun Surabaya) selama 3 hari/minggu. Empat pertanyaan kunci diajukan kepada pekerja UMKM dan pengunjung:

    1. Peran Bahasa Indonesia dalam kehidupan kerja.

    2. Efektivitasnya sebagai mediator perbedaan etnis.

    3. Bahasa dominan di lingkungan kerja.

    4. Situasi yang memaksa penggunaan Bahasa Indonesia.

    Metode ini dipilih untuk menggali insight emosional yang tak terakses melalui kuesioner kuantitatif.

    Hasil wawancara mengungkap pola menarik

    1. Bridging Communication Gap: 78% pekerja mengaku Bahasa Indonesia memudahkan interaksi antar-etnis, terutama antara Jawa-Madura.

    2. Dominasi Tiga Bahasa: Penggunaan Bahasa Indonesia, Jawa, dan Madura bergantung situasi bahasa daerah dominan dalam komunikasi internal sesama etnis, sementara Bahasa Indonesia digunakan untuk pelanggan multietnis atau situasi formal.

    3. Efektivitas di Sektor UMKM: Pelaku UMKM mengandalkan Bahasa Indonesia untuk menjangkau pasar lebih luas, meski 70% usaha kecil tak memiliki panduan komunikasi lintas budaya. Namun, proyek ini gagal mengumpulkan data representatif dari etnis Tionghoa akibat kendala akses narasumber.


    Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan simbol identitas nasional yang mampu mentransendensi perbedaan primordial. Riset ini membuktikan: di tengah ancaman globalisasi dan fragmentasi linguistik, Bahasa Indonesia tetap menjadi perekat kohesivitas sosial pekerja Surabaya yang multikultural. Sinergi pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi diperlukan untuk mengubah keragaman menjadi kekuatan pemersatu karena hanya dengan fondasi bahasa inklusif, Surabaya bisa menjadi laboratorium harmoni multikultural Indonesia yang berkelanjutan.


    Nama: SINGGIH FERDIANSYAH NIM: 1122400140

    Mata kuliah: Bahasa Indonesia 

    Dosen Pengampu: Luluk Ulfa Hasanah, S.S.,M.Hum

    Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini