Jawa Trend - Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan juga cerminan identitas, budaya, dan nilai sosial suatu kelompok. Di Surabaya, logat khas arek Suroboyo yang ekspresif dan blak-blakan tidak hanya hidup dalam percakapan sehari-hari, tetapi juga berkembang di media sosial sebagai simbol identitas lokal dan bentuk resistensi terhadap dominasi bahasa formal. Fokus pembelajaran Bahasa Indonesia yang masih menekankan bahasa baku menyebabkan variasi non-standar kerap dianggap tidak sesuai atau kurang bernilai ilmiah, sementara gaya bicara khas Surabaya sering disalahartikan sebagai kasar tanpa memahami konteks sosialnya.
Media Sosial Instagram
Media sosial Instagram kini menjadi panggung baru bagi anak muda Surabaya untuk mengekspresikan identitas lokal melalui logat khas “Arek Suroboyo”. Selain kosakata bernada ceplas-ceplos yang mencerminkan kebanggaan terhadap identitas lokal., cara penyampaian gaya bicara yang spontan, penuh humor, dan ekspresif turut menjadi daya tarik tersendiri. Tak jarang, konten-konten ini berhasil menciptakan interaksi sosial yang hangat antar pengguna, menumbuhkan rasa solidaritas dan kebersamaan melalui bahasa yang akrab di telinga warga Surabaya. Fenomena ini menjadi bukti bahwa logat Suroboyoan tak hanya hidup di warung kopi atau jalanan kota, tetapi juga tumbuh dinamis di ruang virtual yang digandrungi generasi muda. Instagram, sebagai salah satu media sosial paling populer, kini menjelma sebagai etalase kebudayaan lokal yang ekspresif dan terus berkembang.
Ruang Publik Kafe Populer di Surabaya
Tak hanya di media sosial, logat khas “Arek Suroboyo” juga hidup dan berkembang di ruang-ruang publik kota, terutama di kafe-kafe populer seperti kawasan G-Walk Citraland dan sepanjang Jalan Raya Tunjungan. Tempat-tempat ini menjadi titik temu berbagai lapisan masyarakat, dari pelajar hingga profesional muda, yang berinteraksi dengan gaya bicara khas Surabaya yang lugas dan penuh warna. Penggunaan logat lokal dalam ruang publik seperti kafe menunjukkan bahwa bahasa daerah bukanlah penghalang komunikasi modern, melainkan jembatan kultural yang mempererat hubungan sosial antarwarga kota Surabaya, sebagai kota besar yang terus tumbuh, tetap memelihara jati dirinya lewat suara-suara khas yang bergema dari meja kopi hingga lorong-lorong tongkrongan.
Fungsi Sosial Bahasa dan Kaitannya dengan Identitas Budaya Arek Suroboyo
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, logat Arek Suroboyo memiliki ciri khas pada aspek leksikal, fonologis, dan pragmatik. Secara leksikal, logat ini menggunakan partikel khas seperti “-ta”, “-se”, “cak”, dan “rek” yang membangun keakraban dan solidaritas sosial. Campuran bahasa Jawa dan Indonesia (code-mixing) juga sering muncul, "slama iki tak kiro.. lha kok jowo" ucapnya pada unggahan di akun @Natkenira.
Secara fonologis, logat ini ditandai dengan intonasi tinggi, lafal cepat, dan gaya bicara ceplas-ceplos yang menunjukkan ketegasan. Secara pragmatik, logat ini dominan digunakan dalam situasi non-formal untuk mempererat hubungan sosial, sementara dalam situasi formal, penutur cenderung beralih ke Bahasa Indonesia baku. Di media sosial, logat Arek Suroboyo banyak digunakan untuk membangun humor dan kebanggaan identitas lokal, serta memperkuat solidaritas komunitas digital.
Logat ini juga menjadi penanda identitas kultural yang melekat pada citra berani, terbuka, dan humoris. Namun, kalangan muda menunjukkan adanya adaptasi dengan mencampurkan logat Surabaya dan Bahasa Indonesia agar tetap komunikatif di lingkungan yang lebih luas. Namun, hasil wawancara juga menunjukkan adanya kesadaran akan penyesuaian logat (register shifting), dalam situasi formal atau saat berinteraksi dengan orang luar Surabaya.
"Walaupun kita lagi ngomong sama temen dari Jakarta pakai bahasa Indonesia tapi medoknya keluar, dan mereka langsung paham wah arek suroboyo ini." Ucap Flo (24), kreator konten asal Surabaya saat diwawancara.
Kegiatan ini merupakan bagian dari tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia yang dibimbing oleh Ibu Luluk Ulfa Hasanah, S.S,.M.Hum. dengan pendekatan Project Base Learning dimana mahasiswa diharapkan mampu berpikir kritis dan logis.
(Red)